Symplexcamp's Corporation

Persembahan Hati Dari Jiwa Seorang Petualang

Bencana Siti Gintung Mirip tsunami Aceh=Tsunami Lagi deh

TANGERANG | SURYA.CO.ID – Raut sedih mewarnai wajah Ny Yunita Rahman (22). Mengenakan baju daster yang terlihat lusuh dan basah, ibu muda itu terus menangis sesenggukan sambil berusaha mencari keberadaan buah hatinya Edelwis (2 bulan) yang belum diketahui keberadaannya.

Satu persatu kain penutup puluhan jenazah yang ala kadarnya di Aula STIE Ahmad Dahlan Jakarta itu dibukanya untuk memastikan identitasnya. Luka lecet-lecet yang menghiasi kedua tangan dan kakinya tidak dihiraukanya. Warga kampung Cireudeu itu terus berkeliling sambil menanyakan kepada ratusan warga yang berjubel di aula untuk mengetahui keberadaan keluarganya.

Tangisnya pun pecah ketika upayanya tidak membuahkan hasil. Dia menangis sekuat tenaga. Buah hatinya yang baru beberapa menit disusuinya itu, hilang setelah tanggul penahan air yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya itu jebol dan memporak-porandakan tempat tinggalnya. “Anak saya baru saja saya susui. Kemudian saya serahkan ke pembantu,karena saya tinggal membersihkan kamar. Tidak disangka, itu terakhir kalinya saya menyusui,” katanya sambil menangis sesenggukan.

Dia tidak menyangka bakal terjadi musibah tersebut. Sebelum kejadian pukul 04.30 Wib, dirinya sudah bangun. Begitu juga dengan Komariah, pembantunya, yang sudah siap-siap beraktivitas pagi di dapur. Meskipun, sejak malam sudah diberi peringatan agar waspada karena tanggul penahan air tersebut mengkhawatirkan dan sudah mulai merembes air. Dipastikan kondisinya membahayakan.

Apalagi, sejak Kamis (26/3) sore terjadi hujan lebat yang disertai gumpan es dan berlangsung hingga pukul 19.00 WIB. Kemudian, hujan tersebut kembali mengguyur Ciputat, Kabupaten Tangerang tersebut Jumat (27/3) dini hari.

“Sejak kemarin memang hujan deras, dan malamnya ada pengumuman kalau harus hati-hati. Tapi melihat tetangga tidak mengungsi, saya juga ikut tetap diam di rumah saja hingga subuh tadi. Tidak tahunya setelah itu kejadiannya,” terangnya.

Menurut Yunita, sebelum kejadian terdengar gemuruh air yang dikira hujan deras kembali mengguyur. Setelah melihat keluar, ternyata gelombang air yang cukup tinggi datang begitu cepat. Bahkan tidak sempat lagi untuk menyelamatkan diri ke lantai dua.

Air itu memporak-porandakan seluruh bangunan. Dengan sadar, dia melihat beberapa rumah milik tetangganya satu persatu hancur dan roboh diterjang air tersebut.  Termasuk dirinya yang terseret sekitar 500 meter dari rumahnya hingga terdampar di pinggir rumah di dataran tinggi. Dia bisa selamat karena berpegangan pohon kelapa yang tumbang dan terseret arus tersebut.

“Karena tidak sempat lagi naik ke atas, saya ikut arus saja dan menemukan pohon kelapa itu. Terus berpegangan dengan pohon itu, meskipun beberapa kali harus terbentur dengan tembok rumah hingga kaki dan tangan saya luka,” kenangnya sambil menunjukkan luka lecet di kaki dan tangannya.

Saat ini, yang dipikirkan nasib buah hatinya semata wayang. Begitu juga nasib pembantunya yang saat kejadian itu sedang menggendong anaknya yang berusia 2 bulan tersebut. karena saat itu dia di rumah hanya dengan pembantunya saja. Suaminya sedang menjalankan tugas di luar kota.  “Pokoknya bagaimana bisa menemukan anak saya ini. Kalau bisa dengan selamat, tapi kalau ditakdirkan meninggal ya harus bagaimana lagi. Yang terpenting bisa ditemukan,” tuturnya. m choiruman

Dari berita tersebut tersebut terlihat betapa dasyatnya bencana itu. Seperti tsunami di aceh 5 tahun lalu. wah2

29 Maret 2009 - Posted by | Uncategorized |

4 Komentar »

  1. “selamat bersedih sedih wae”

    andai ada mas edi yang laen dunia gak akan berduka terus. He2x. Piss

    Komentar oleh edi | 30 Maret 2009 | Balas

  2. wah mobilnya bisa terbang kali ya?

    Komentar oleh satuempat | 31 Mei 2009 | Balas

  3. wah..kasihan ya

    Komentar oleh Stop | 5 Juli 2009 | Balas


Tinggalkan Balasan ke Ferry Ogi Setiawan Batalkan balasan